Showing posts with label Sosial. Show all posts
Showing posts with label Sosial. Show all posts

Pengertian Implementasi Kebijakan Publik Menurut Para Ahli

Konsep dasar dari implementasi kebijakan publik adalah mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan. Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan publik secara keseluruhan. Untuk itu, dapat dilihat dari beberapa pendapat di bawah tentang implementasi kebijakan publik. Menurut Nugroho (2014:657), “implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya”. 

Menurut Huntington (Mulyadi, 2015:24), perbedaan yang paling penting antara suatu negara dengan negara yang lain tidak terletak pada bentuk atau ideologinya, tetapi pada tingkat kemampuan negara itu untuk melaksanakan pemerintahan. Tingkat kemampuan itu dapat dilihat pada kemampuan dalam mengimplementasikan setiap keputusan atau kebijakan yang dibuat oleh sebuah politbiro, kabinet atau presiden negara itu. 

Grindle (Waluyo, 2007:49) menyatakan, “implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluransaluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dari siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan”. 

Sedangkan menurut Cleaves (Waluyo, 2007:49), “implementasi kebijakan dianggap sebagai suatu proses tindakan administrasi dan politik (a proces of moving to ward a policy objective by mean admnistrative and political steps)”. 




Selanjutnya menurut Hamdi (2014:97), “pelaksanaan atau implementasi kebijakan bersangkut paut dengan ikhtiar-ikhtiar untuk mencapai tujuan dari ditetapkannya suatu kebijakan tertentu”. 

Mulyadi (2015:26) menyatakan, “implementasi suatu kebijakan pada dasarnya adalah suatu perubahan atau transformasi yang bersifat multiorganisasi, dimana perubahan yang diterapkan melalui strategi implementasi kebijakan ini mengaitkan berbagai lapisan masyarakat”. 

Kemudian menurut Udoji (Mulyadi, 2015:46), “pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan berupa impian atau rencana yang bagus, yang tersimpan rapi dalam arsip jika tidak dapat diimplementasikan”.

Menurut Matland (Hamdi, 2014:98), “implementasi kebijakan secara umum terbagi dalam dua kelompok, yakni kelompok dengan pendekatan dari atas (topdown) dan kelompok dengan pendekatan dari bawah (bottom-up)”. 

Sedangkan menurut Jones (Waluyo, 2007:50), “dalam membahas implementasi kebijakan terdapat 2 (dua) aktor yang terlibat, yaitu: 
  1. Beberapa orang di luar birokrat-birokrat yang mungkin terlibat dalam aktivitas-aktivitas implementasi seperti legislatif, hakim, dan lain-lain, 
  2. Birokrat-birokrat itu sendiri yang terlibat dalam aktivitas fungsional, didamping implementasi”. 

Matland (Hamdi, 2014:98) mengemukakan, adanya empat paradigma implementasi kebijakan, yakni seperti berikut: 

  1. Konflik rendah-ambigiutas rendah (implementasi administratif). 
  2. Konflik tinggi-ambigiutas rendah (implementasi politis). 
  3. Konflik tinggi-ambigiutas tinggi (implementasi simbolik). 
  4. Konflik rendah-ambigiutas tinggi (implementasi eksperimental). 

Kemudian menurut Edward III (Mulyadi, 2015:47), “tanpa implementasi yang efektif maka keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Implementasi kebijakan adalah aktivitas yang terlihat setelah dikeluarkan pengarahan yangsah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan output atau outcome bagi mayarakat”.

Sedangkan menurut Mazmanian dan Sebastier (Waluyo, 2007:50), bahwa peran penting dari analisis implementasi kebijakan publik, adalah mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuantujuan formal pada keseluruhan proses implementasi antara lain meliputi: 
  • Mudah tidaknya masalah yang akan digarap dikendalikan. 
  • Kemampuan keputusan kebijakan untuk menstrukturkan secara tepat proses implementasi. 
  • Pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termaut dalam keputusan kebijakan tersebut. 

Selanjutnya menurut Mazmanian dan Sebastier (Tahir, 2014:56) menambahkan, “implementasi kebijakan dipahami melalui tiga perspektif yang berbeda, yaitu pembuat kebijakan, pejabat pelaksana di lapangan dan aktor individu selaku kelompok target”. 

Tachjan (Tahir, 2014:53) menyatakan bahwa: “implementasi kebijakan publik, disamping dapat dipahami sebagai salah satu aktivitas dari administrasi publik sebagai institusi (birokrasi) dalam proses kebijakan publik, dapat dipahami pula sebagai salah lapangan studi administrasi publik sebagai ilmu”. 

Sedangkan menurut Waluyo (2007:50-57), implementasi kebijakan merupakan terjemahan kebijakan publik yang pada umumnya masih berupa pertanyaan-pertanyaan umum yang berisikan tujuan, sasaran ke dalam program-program yang lebih operasional (program aksi) yang kesemuanya dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran yang telah dinyatakan dalam kebijakan tersebut. 

Kemudian Wahab (Tahir, 2014:55), mengatakan bahwa implementasi kebijakan adalah: pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstruktur/mengatur proses implementasinya. 

Menurut Anderson (Tahir, 2014:56-57), menyatakan bahwa dalam mengimplementasikan suatu kebijakan ada empat aspek yang harus diperhatikan, yaitu:
  1. Siapa yang dilibatkan dalam implementasi, 
  2. Hakikat proses administrasi, 
  3. Kepatuhan atas suatu kebijakan, dan 
  4. Efek atau dampak dari implementasi. 
Selanjutnya menurut Abidin (Tahir, 2014:57), implementasi suatu kebijakan berkaitan dengan dua faktor utama, yaitu: 
  1. Faktor internal yang meliputi (a) kebijakan yang akan dilaksanakan, dan (b) faktor-faktor pendukung; 
  2. Faktor eksternal yang meliputi (a) kondisi lingkungan, dan (b) pihak-pihak terkait.

Menurut Widodo (Pratama,2013:230), menyatakan bahwa implementasi kebijakan publik merupakan salah satu tahapan dari proses kebijakan publik (public policy proces) sekaligus studi yang sangat crusial. Bersifat crusial karena bagaimanapun baiknya suatu kebijakan, kalau tidak dipersiapkan dan direncanakan secara baik dalam implementasinya, maka tujuan kebijakan tidak akan bisa diwujudkan, begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, kalau menghendaki tujuan kebijakan dapat dicapai dengan baik, maka bukan saja pada tahap implementasi yang harus dipersiapkan dan direncanakan dengan baik, tetapi juga pada tahap perumusan atau pembuatan kebijakan juga telah diantisipasi untuk dapat diimplementasikan. 

Kemudian menurut Soenarko (Syahida, 2014:12), “kebijakan publik adalah merupakan suatu keputusan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah yang berwenang, untuk kepentingan rakyat, dimana kepentingan rakyat ini merupakan keseluruhan yang utuh dari perpaduan kristalisasi pendapat-pendapat, keinginankeinginan dan tuntutan-tuntutan dari rakyat”. 

Selanjutnya menurut Meter dan Horn (Naditya, 2013:1088), mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai: Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakantindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahanperubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. 

Sedangkan Wibawa (Tahir, 2014:58) menjelaskan, tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah. Keseluruhan proses penetapan kebijakan baru bisa dimulai apabila tujuan dan sasaran yang semula bersifat umum telah diperinci, program telah dirancang dan juga sejumlah dana telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut. 

Kemudian Meter dan Carl (Pratama, 2013:230) memaparkan, bahwa implementasi kebijakan menekankan pada suatu tindakan, baik yangdilakukan oleh pihak pemerintah maupun individu (atau kelompok) swastayang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalamsuatu keputusan kebijakan sebelumnya. Pada suatu saat tindakantindakan ini,berusaha mentransformasikan keputusan-keputusan menjadi pola-polaoperasional serta melanjutkan usaha-usaha tersebut untuk mencapaiperubahan, baik yang besar maupun yang kecil yang diamanatkan olehkeputusan-keputusan kebijakan tertentu. 

Dan menurut Lester dan Stewart (Nastia, 2014:201), “menyatakan bahwa implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output) keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output) yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih”. 


Sumber: Dikutp dari berbagai sumber

Sekian uraian tentang Pengertian Implementasi Kebijakan Publik Menurut Para Ahli, semoga bermanfaat.

Pengertian perkawinan Menurut Para Ahli

Terdapat beragam pendapat dari para ahli yang menjelaskan tentang pengertian perkawinan. Duvall & Miller (1985) mendefinisikan perkawinan sebagai berikut : 

“Marriage is a socially recognized relationship between a man and a woman that provides for sexual relation, legitimized childbearing and establishing a division of labour between spouses” 

Perkawinan dikenali sebagai hubungan antara pria dan wanita yang yang memberikan hubungan seksual, keturunan, membagi peran antara suami-istri. 

Dalam dalam Undang-undang No.1 tahun 1974 (Undang-undang perkawinan, www.sdm.ugm.ac.id) Bab I pasal 1, perkawinan diartikan sebagai : 

“Perkawinan adalah ikatan batin antara laki-laki dan perempuan sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.” 

Beberapa sumber lain menjelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan atau komitmen emosional dan legal antara seorang pria dengan seorang wanita yang terjalin dalam waktu yang panjang dan melibatkan aspek ekonomi, sosial, tanggungjawab pasangan, kedekatan fisik, serta hubungan seksual. (Regan, 2003; Olson & DeFrain, 2006; Seccombe & Warner, 2004) 

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan pengertian perkawinan sebagai ikatan yang bersifat kontrol sosial antara pria dan wanita yang didalamnya diatur mengenai hak dan kewajiban, kebersamaan emosional, juga aktivitas seksual, ekonomi dengan tujuan untuk membentuk keluarga serta mendapatkan kebahagiaan dan kasih berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.



Alasan melakukan perkawinan 
Menurut Stinnett (dalam Turner & Helms, 1987) terdapat Berbagai alasan yang mendasari mengapa seseorang melakukan Perkawinan. alasan-alasan tersebut antara lain : 
  1. Komitmen. Perkawinan sebagai suatu simbol dari komitmen, dengan melakukan perkawinan seseorang ingin menunjukkan kepada pasangannya mengenai komitmennya terhadap hubungan yang ada. 
  2. One-to-one relationship. Melalui perkawinan seseorang membentuk one-to- one relationship. Individu dapat memberikan afeksi, rasa hormat pada pasangannya. 
  3. Companionship and sharing. Dengan perkawinan seseorang dapat mengatasi rasa kesepiannya dengan berbagi segala hal pada pasangannya. 
  4. Love. Hal ini merupakan alasan utama seseorang melakukan perkawinan. Karena pada dasarnya perkawinan adalah sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar tentang cinta. 
  5. Kebahagiaan. Banyak orang yang menganggap bahwa dengan melakukan perkawinan mereka akan mendapatkan kebahagiaan 
  6. Legitimasi hubungan seks dan anak. Perkawinan memberikan status legitimasi sebuah hubungan seksual hingga akhirnya memperoleh keturunan. 

Fungsi-fungsi perkawinan 
Dalam sebuah perkawinan perlu adanya fungsi-fungsi yang harus dijalankan dan bila fungsi-fungsi tersebut tidak berjalan atau tidak terpenuhi maka tidak ada perasaan bahagia dan puas pada pasangan. (Soewondo, dalam 2001) . Duvall & Miller (1985) menyebutkan setidaknya terdapat enam fungsi penting dalam perkawinan, antara lain : 

1. Menumbuhkan dan memelihara cinta serta kasih sayang 
Perkawinan memberikan cinta dan kasih sayang diantara suami dan istri, orang tua dan anak, dan antar anggota keluarga lainnya. Idealnya perkawinan dapat memberikan kasih sayang pada kedua orang tua dan anaknya sehingga berkontribusi terhadap perkembangan kesehatan mereka. 

2. Menyediakan rasa aman dan penerimaan. 
Mayoritas orang mencari rasa aman dan penerimaan, serta saling melengkapi bila melakukan kesalahan sehingga dapat belajar darinya dan dapat menerima kekurangan pasangannya. 

3. Memberikan kepuasan dan tujuan. 
Berbagai tekanan yang terdapat pada dunia kerja terkadang menghasilkan ketidakpuasan. Ketidakpuasan tersebut dapat diatasi dengan perkawinan melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama-sama anggota keluarga. Dengan perkawinan juga seseorang dipaksa untuk memiliki tujuan dalam hidupnya. 

4. Menjamin kebersamaan secara terus-menerus. 
Melalui perkawinan rasa kebersamaan diharapkan selalu didapatkan oleh para anggota keluarga. 

5. Menyediakan status sosial dan kesempatan sosialisasi 
Sebuah keluarga yang diikat oleh perkawinan memberikan status sosial pada anggotanya. Anak yang baru lahir secara otomatis mendapatkan status social sebagai seorang anak yang berasal dari orang tuanya. 

6. Memberikan pengawasan dan pembelajaran tentang kebenaran 
Dalam perkawinan, individu mempelajari mengenai aturan-aturan, hak, kewajiban serta tanggungjawab. Pada pelaksanaannya individu tersebut akan mendapatkan pengawasan dengan adanya aturan-aturan tersebut. Individu dalam perkawinan juga mendapatkan pendidikan moral mengenai hal yang benar atau salah.


Sumber:
Duvall, Evelyn Millis & Miller, Brent C. 1985. Marriage and Family Development (Sixth Edition). New York: Harper & Row. 


Sekian uraian tentang Pengertian Perkawinan Menurut Para Ahli, semoga bermanfaat.

Pengertian Teori Konflik Menurut Para Ahli

Teori Konflik - Konflik berasal dari bahasa latin, conflictus yang artinya pertentangan. Defenisi konflik menurut para ahli sangatlah bervariasi karena para ahli melihat konflik dari berbagai sudut pandang atau perspektif yang berbeda-beda . 

Akan tetapi secara umum konflik dapat digambarkan sebagai benturan kepentingan antar dua pihak atau lebih, di mana salah satu pihak merasa diperlukan secara tidak adil, kemudian kecewa. Dan kekecewan itu dapat diwujudkan melalui konflik dengan cara-cara yang legal dan tidak legal. 

Gambar: Pengertian Teori Konflik

Konflik juga diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa sasaransasaran yang tidak sejalan. Proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang segala dengan menjabarkan relasi di antara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Konflik ini terjadi di antara kelompok-kelompok dengan tujuan untuk memperebutkan hal-hal yang sama. 

Secara umum ada dua tujuan dasar konflik yakni, mendapatkan dan/atau mempertahankan sumber-sumber. Tujuan konflik untuk mendapatkan sumber-sumber merupakan ciri manusia yang bersifat materil-jasmaniah untuk maupun spiritualrohaniah untuk dapat hidup secara layak dan terhormat dalam masyarakat. Yang ingin diperoleh manusia meliputi hal-hal yang sesuai dengan kehendak bebas dan kepentinganya. Tujuan konflik untuk mempertahankan sumber-sumber yang selama ini sudah dimiliki juga merupakan kecenderungan hidup manusia. Manusia ingin memperoleh sumber-sumber yang menjadi miliknya, dan berupaya mempertahankan dari usaha pihak lain untuk merebut atau mengurangi sumber-sumber tersebut. Yang ingin di pertahankan bukan hanya harga diri, keselamatan hidup dan keluarganya, tetapi juaga wilayah/daerah tempat tinggal, kekayaan, dan kekuasaan yang dimiliki. 

Tujuan mempertahankan diri tidak menjadi monopoli manusi saja karena binatang sekalipun memiliki watak untuk berupaya mempertahankan diri. Maka dengan itu dirumuskan tujuan konflik politik sebagai upaya untuk mendapatkan dan/atau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting.

Konflik merupakan sebagian dari kehidupan manusia yang tidak lenyap dari sejarah. Selama manusia masih hidup, konflik terus ada dan tidak mungkin manusia menghapus konflik dari dunia ini, baik konflik antar individu dengan individu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok yang ada dalam lingkup masyarakat. Konflik senantiasa mewarnai kehidupan masyarakat yang mencakup aspek politik, sosial, ekonomi, budaya dan berbagai aspek lainnya. Dengan demikian konflik adalah merupakan gambaran dari sebuah permainan, baik untuk permainan yang memenangkan kedua belah pihak (Non-Zero Sum Conflict) maupun yang juga mengalahkan pihak lain (Zero- Sum Conflict) seperti kelas konflik yang terjadi pada masyarakat industri. 

Menurut Webster, istilah “Conflict” di dalam bahasa aslinya suatu perkelahian, peperangan atau perjuangan yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Kata ini kemudian berkembang dengan masuknya ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan, ide, dan lain-lain. Dengan kata lain, istilah tersebut sekarang juga menyentuh aspek piskologis di balik konfrontasi fisik yang terjadi, selain konfrontasi itu sendiri. Secara singkat, istilah “conflict” menjadi begitu melus sehingga beresiko kehilangan statusnya sebagai sebuah konsep. Dengan demikian konflik di artikan sebagai persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihakpihak yang berkonflik tidak dapat di capai secara simultan.

Secara umum ada beberapa teori terjadinya konflik antara lain: Pertama, Konflik adalah merupakan suatu unsur sosial yang alami ( K. Lorenz ).4Kedua, Dari sudut pandang pisikologi sosial, konflik berasal dari pertentangan antara dorongan dan motivasi fisik manusia di satu sisi dan tuntutan norma di sisi lain. Ketiga, melihat bahwa masyarakat terbentuk dan terjaga keberadaanya bukan berdasarkan kesepakatan melainkan berdasarkan paksaan. Untuk itu, di manapun manusia membentuk suatu ikatan sosial di situ akan terdapat konflik. Keempat, Dari sisi Marxism e, konflik di sebabkan oleh kepemilikan harta benda.

Ada banyak teori mengenai terjadinya konflik antara lain: Pertama, Teori hubungan masyarakat yaitu menganggap bahwa konflik disebabkan oleh olarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyrakat. Kedua, Teori Negoisasi Prinsip yaitu menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang suatu hal yang oleh. Ketiga, Teori kebutuhan Manusia berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia yang berupa kebutuhan fisik, mental, sosial, yang tidak terpenuhi atau di halangi. Keempat, Teori identitas berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya suatu atau penderitaan di massa lalu yang tidak di selesaikan. Kelima, Teori kesalahpahaman antara Budaya berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Keenem, Teori Transformasi konflik berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidak setiaan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sedangkan menurut Louis Coser konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan yang berkenaan dengan status, kuasa (kekuasaan) dan sumber-sumber kekayaan yang persediaanya tidak mencukupi/memenuhi, dimana pihak-pihak yang bekonflik tidak hanya bermaksud untuk memperoleh barang yang diinginkan melainkan juga memojokkan, merugikan atau melemahkan lawan mereka. 

Sedangkan penyebab konflik menurut Paul Conn adalah karena dua hal, Pertama, kemajemukan horizontal yakni masyarakat secara cultural seperti: suku, ras, agama, antar golongan, dan bahasa dari masyarakat majemuk secara horizontal sosial dalam arti perbedaan pekerjaan dan profesi. Kedua, Kemajemikan vertikal seperti struktur masyarakat yang terpolarisasikan menurut pemilikan kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan.


Sumber:
Nasikun, Dr, Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 21.


Sekian uraian tentang Pengertian Teori Konflik Menurut Para Ahli, semoga bermanfaat.

Pengertian, Unsur Dan Fungsi Struktur Sosial Menurut Para Ahli Sosiologi

Untuk memahami lebih jauh mengenai apa itu struktur sosial, mari kita pelajari bersama pengertian struktur sosial menurut pendapat para ahli sosiologi berikut ini.
  1. George C. Homan, Mengaitkan struktur sosial dengan perilaku elementer (mendasar) dalam kehidupan sehari-hari. 
  2. Talcott Parsons, Berpendapat bahwa struktur sosial adalah keterkaitan antarmanusia. 
  3. Coleman, Melihat struktur sosial sebagai sebuah pola hubungan antarmanusia dan antarkelompok manusia. 
  4. Kornblum, Menekankan konsep struktur sosial pada pola perilaku individu dan kelompok, yaitu pola perilaku berulang-ulang yang menciptakan hubungan antarindividu dan antarkelompok dalam masyarakat. 
  5. Soerdjono Soekanto, Melihat struktur sosial sebagai sebuah hubungan timbal balik antara posisi-posisi sosial dan antara peranan-peranan. 
  6. Abdul Syani, Melihat struktur sosial sebagai sebuah tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat. Tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat merupakan jaringan dari unsur-unsur sosial yang pokok, seperti kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan, dan wewenang. 
  7. Gerhard Lenski, Mengatakan bahwa struktur sosial masyarakat diarahkan oleh kecenderungan panjang yang menandai sejarah. 
Gambar: Stuktur Sosial

Unsur-Unsur Struktur Sosial 
Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup dalam suatu masyarakat yang tertata dalam suatu struktur yang cenderung bersifat tetap. Tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat itu diharapkan dapat berfungsi dengan baik, sehingga akan tercipta suatu keteraturan, ketertiban, dan kedamaian dalam hidup bermasyarakat. Untuk mewujudkannya diperlukan adanya unsur-unsur tertentu. Apa saja unsur yang terdapat dalam suatu struktur sosial dalam masyarakat? 

Menurut Charles P. Loomis, struktur sosial tersusun atas sepuluh unsur penting berikut ini. 
  1. Adanya pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki oleh para anggota masyarakat yang berfungsi sebagai alat analisis dari anggota masyarakat.
  2. Adanya perasaan solidaritas dari anggota-anggota masyarakat 
  3. Adanya tujuan dan cita-cita yang sama dari warga masyarakat.
  4. Adanya nilai-nilai dan norma-norma sosial yang dijadikan sebagai patokan dan pedoman bagi anggota masyarakat dalam bertingkah laku. 
  5. Adanya kedudukan dan peranan sosial yang mengarahkan pola-pola tindakan atau perilaku warga masyarakat.
  6. Adanya kekuasaan, berupa kemampuan memerintah dari anggota masyarakat yang memegang kekuasaan, sehingga sistem sosial dapat berlanjut.
  7. Adanya tingkatan dalam sistem sosial yang ditentukan oleh status dan peranan anggota masyarakat.
  8. Adanya sistem sanksi yang berisikan ganjaran dan hukuman dalam sistem sosial, sehingga norma tetap terpelihara.
  9. Adanya sarana atau alat-alat perlengkapan sistem sosial, seperti pranata sosial dan lembaga. 
  10. Adanya sistem ketegangan, konflik, dan penyimpangan yang menyertai adanya perbedaan kemampuan dan persepsi warga masyarakat. 
Fungsi Struktur Sosial
Dalam sebuah struktur sosial, umumnya terdapat perilaku perilaku sosial yang cenderung tetap dan teratur, sehingga dapat dilihat sebagai pembatas terhadap perilaku-perilaku individu atau kelompok. Individu atau kelompok cenderung menyesuaikan perilakunya dengan keteraturan kelompok atau masyarakatnya. Seperti dikatakan di atas, bahwa struktur sosial merujuk pada suatu pola yang teratur dalam interaksi sosial, maka fungsi pokok dari struktur sosial adalah menciptakan sebuah keteraturan sosial yang ingin dicapai oleh suatu kelompok masyarakat. 

Sementara itu, Mayor Polak menyatakan bahwa struktur sosial dapat berfungsi sebagai berikut. 
  1. Pengawas sosial, yaitu sebagai penekan kemungkinan-kemungkinan pelanggaran terhadap norma, nilai, dan peraturan kelompok atau masyarakat. Misalnya pembentukan lembaga pengadilan, kepolisian, lembaga adat, lembaga pendidikan, lembaga agama, dan lain-lain.
  2. Dasar untuk menanamkan suatu disiplin sosial kelompok atau masyarakat karena struktur sosial berasal dari kelompok atau masyarakat itu sendiri. Dalam proses tersebut, individu atau kelompok akan mendapat pengetahuan dan kesadaran tentang sikap, kebiasaan, dan kepercayaan kelompok ataumasyarakatnya. Individu mengetahui dan memahami perbuatan apa yang dianjurkan oleh kelompoknya dan perbuatan apa yang dilarang oleh kelompoknya.


Sumber: Dikutip dari berbagai sumber.

Sekian uraian tentang Pengertian Struktur Sosial Menurut Para Ahli, semoga bermanfaat.

Pengertian Nilai-Nilai Sosial Menurut Para Ahli

Nilai-nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang menganggap menolong memiliki nilai baik, sedang mencuri bernilai buruk. 

Suparto mengungkapkan bahwa nilai-nilai sosial memiliki fungsi umum dalam masyarakat. Diantaranya nilai-nilai dapat menyumbangkan seperangkat alat untuk mengarahkan masyarakat dalam berfikir dan bertingkah laku. Selain itu, nilai sosial juga berfungsi sebagai penentu terakhir manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosial. Nilai sosial dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan harapan sesuai dengan peranannya. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat solidaritas dikalangan anggota kelompok masyarakat. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat pengawas (control) perilaku manusia dengan daya tekan dan daya mengikat tertentu agar orang berperilaku sesuai dengan nilai yang dianutnya.

Gambar: Nilai-nilai Sosial
Banyak pengertian nilai-nilai sosial menurut beberapa ahli. Berikut ini definisi nilai sosial menurut pendapat para ahli.

Alvin L. Bertand menyebutkan bahwa nilai adalah suatu kesadaran yang disertai emosi yang relatif lama hilangnya terhadap suatu objek, gagasan, atau orang. 

Sedang nilai sosial menurut Robin Wiliams adalah hal yang menyangkut kesejahteraan bersama melalui konsensus yang efektif di antara mereka, sehingga nilai-nilai sosial dijunjung tinggi oleh banyak orang. 

Young juga mengungkapkan Nilai sosial adalah asumsi-asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang benar dan apa yang penting. Dalam bukunya ' Culture and Behavior', Kluckhohn menyatakan bahwa yang dimaksud dengan nilai bukanlah keinginan, tetapi apa yang diinginkan. Artinya nilai bukan hanya diharapkan, tetapi diusahakan sebagai suatu yang pantas dan benar bagi diri sendiri dan orang lain. 

Woods menjelaskan bahwa Nilai sosial adalah petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari. Koentjaraningrat berpendapat bahwa suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.

Maka dari itu, nilai sosial sering kali menjadi pegangan hidup oleh masyarakat luas dalam menentukan sikap di kehidupan sehari-hari, juga menjadi nilai hidup masnusia dalam berinteraksi dengan manusia yang lainnya.

Nilai-nilai sosial tidak diperoleh begitu saja saat ia lahir, namun dengan sistem nilai yang diajarkan oleh orang tua kepada anaknya dengan penyesuaian sana-sini. Setiap individu saat ia dewasa membutuhkan sistem yang mengatur atau semacam arahan untuk bertindak guna menumbuhkembangkan kepribadian yang baik dalam bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat.


Sumber:
Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994)

Sekian uraian tentang Pengertian Nilai-Nilai Sosial Menurut Para Ahli, semoga bermanfaat.

Pengertian Nilai Menurut Para Ahli

Nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia, khususnya mengenai kebaikan dan tindak kebaikan suatu hal, Nilai artinya sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.

Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan sosial penghayatan yang dikehendaki, disenangi, dan tidak disenangi.


Adapun pengertian nilai menurut pendapat beberapa para ahli antara lain:
  1. Menurut Milton Rekeach dLabelan James Bank, nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dalam mana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau memiliki dan dipercayai.
  2. Menurut Lauis D. Kattsof yang dikutip Syamsul Maarif mengartikan nilai sebagai berikut: Pertama, nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat didefinisikan, tetapi kita dapat mengalami dan memahami cara langsung kualitas yang terdapat dalam objek itu. Dengan demikian nilai tidak semata-mata subjektif, melainkan ada tolok ukur yang pasti terletak pada esensi objek itu. Kedua, nilai sebagai objek dari suatu kepentingan, yakni suatu objek yang berada dalam kenyataan maupun pikiran. Ketiga, nilai sebagai hasil dari pemberian nilai, nilai itu diciptakan oleh situasi kehidupan.
  3. Menurut Chabib Thoha nilai merupakan sifat yangmelekat pada sesuatu (Sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini). Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku.
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Esensi belum berarti sebelum dibutuhkan oleh manusia, tetapi tidak berarti adanya esensi karena adanya manusia yang membutuhkan. Hanya saja kebermaknaan esensi tersebut semakin meningkat sesuai dengan peningkatan daya tangkap pemaknaan manusia itu sendiri.

Jadi nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subyek menyangkut segala sesuatu baik atau yang buruk sebagai abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat.

Segala sesuatu dianggap bernilai jika taraf penghayatan seseorang itu telah sampai pada taraf kebermaknaannya nilai tersebut pada dirinya. Sehingga sesuatu bernilai bagi seseorang belum tentu bernilai bagi orang lain, karena nilai itu sangat penting dalam kehidupan ini, serta terdapat suatu hubungan yang penting antara subyek dengan obyek dalam kehidupan ini.

Nilai sebagai daya pendorong dalam hidup, yang memberi makna dan pengabsahan pada tindakan seseorang. Nilai mempunyai dua segi intelektual dan emosional. Kombinasi kedua dimensi tersebut menentukan sesuatu nilai beserta fungsinya dalam kehidupan. Bila dalam pemberian makna dan pengabsahan terhadap suatu tindakan, unsur emosionalnya kecil sekali, sementara unsur intelektualnya lebih dominan, kombinasi tersebut disebut norma norma atau prinsip. Norma-norma atau prinsip-prinsip seperti keimanan, keadilan, persaudaraan dan sebagainya baru menjadi nilai-nilai apabila dilaksanakan dalam pola tingkah laku dan pola berfikir suatu kelompok, jado norma bersifat universal dan absolut, sedangkan nila-nilai khusus dan relatif bagi masing-masing kelompok.

Nilai-nilai tidak perlu sama bagi seluruh masyarakat. Dalam masyarakat terdapat kelompok yang berbeda atas dasar sosio-ekonomis, politik, agama dan etnis masing-masing mempunyai sistem nilai yang berbeda. Nilai-nilai ditanamkan pada anak didik dalam suatu proses sosialisasi melalui sumber-sumber yang berbeda.

Sumber:
W.J.S. Purwadaminta, Kamus Umum bahasa Indonesia (Jakarta; Balai Pustaka, 1999), h. 677
H. Una Kartawisastra, Strategi Klarifikasi Nilai, (Jakarta: P3G Depdikbud, 1980), h. 1

Sekian uraian tentang Pengertian Nilai Menurut Para Ahli, semoga bermanfaat.

Pengertian Budaya Sekolah Menurut Para Ahli

Sekolah sebagai suatu organisasi, memiliki budaya tersendiri yang dibentuk dan dipengaruhi oleh nilai-nilai, persepsi, kebiasaan-kebiasaan, kebijakan-kebijakan pendidikan, dan perilaku orang-orang yang berada di dalamnya.

Mencermati definisi budaya sekolah dari beberapa ahli, ditemukan ada kesamaan konsep secara fundamental dengan pengertian budaya organisasi. Namun secara esensial perbedaannya terletak pada institusi sekolah yang memiliki format struktur organisasi dan tujuan yang berbeda dengan organisasi lain.

Gambar: Budaya Sekolah
Pengertian budaya sekolah menurut para ahli ialah sebagai berikut:

1). Phillips
Phillips dalam kutipan Komariyah dan Triatna merumuskan budaya sekolah sebagai “The beliefs, attitudes and behaviours which characterize a school (Budaya sekolah adalah kepercayaan, sikap dan tingkah laku yang menjadi ciri khas suatu sekolah)”.

2). Deal dan Peterson
Deal dan Peterson mengartikan budaya sekolah sebagai “Deep patterns of values, beliefs and traditions that have formed over the course of the school history (budaya sekolah adalah pola yang mendalam dari nilai-nilai, kepercayaan dan tradisi yang telah terbentuk sepanjang sejarah sekolah)”.

3). Stolp dan Smith
Budaya sekolah atau School Culture didefinisikan Stolp dan Smith sebagai “The historically transmitted patterns of meaning include the norms, values, beliefs, ceremonies, rituals traditions and myths understood, maybe in varying degrees by members of school community. This system of meaning often shapes what people think and how they act” (pola makna yang diwariskan sepanjang perjalanan sekolah yang meliputi norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, upacara, tradisi ritual, dan pemahaman mitos, yang kemungkinan dalam berbagai tingkatan yang ditunjukkan oleh warga sekolah. Sistem makna ini sering berupa hal-hal yang dipikirkan oleh warga sekolah dan bagaimana mereka bertindak atau bertingkah laku.

4). Aan Komariah dan Cepi Triatna
Budaya sekolah adalah “karakteristik khas sekolah yang dapat diidentifikasi melalui nilai yang dianutnya, sikap yang dimilikinya, kebiasaan-kebiasaan yang ditampilkannya, dan tindakan yang ditunjukkan oleh seluruh personel sekolah yang membentuk satu kesatuan khusus dari sistem sekolah.”

Dari beberapa pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa budaya sekolah merupakan kepribadian organisasi yang membedakan antara satu sekolah dengan sekolah lainnya, bagaimana seluruh anggota organisasi sekolah berperan dalam melaksanakan tugasnya tergantung pada keyakinan, nilai dan norma yang menjadi bagian dari kultur sekolah tersebut.

Sumber:
Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 101.


Sekian uraian tentang Pengertian Budaya Sekolah Menurut Para Ahli, semoga bermanfaat.

Pengertian Interaksi Sosial Menurut Para Ahli

Adapun pengertian Interaksi Sosial menurut para ahli adalah sebagai berikut:

Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, sehingga terdapat hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. 

Adapun Basrowi (20015) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan dinamis yang mempertemukan orang dengan orang, kelompok dengan kelompok, maupun orang dengan kelompok manusia. Bentuknya tidak hanya bersifat kerjasama, tetapi juga berbentuk tindakan, persaingan, pertikaian dan sejenisnya.

Gambar: Interaksi Sosial
Menurut Partowisastro (2003) interaksi sosial ialah relasi sosial yang berfungsi menjalin berbagai jenis relasi sosial yang dinamis, baik relasi itu berbentuk antar individu, kelompok dengan kelompok, atau individu dengan kelompok. 

Soekanto (2002) mengemukakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang meliputi hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. 

Menurut Sarwono dan Meinarno (2009) interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara individu dengan individu lain, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok lain.

Gerungan (2006) secara lebih mendalam menyatakan interaksi sosial adalah proses individu satu dapat menyesuaikan diri secara autoplastis kepada individu yang lain, dimana dirinya dipengaruhi oleh diri yang lain. Individu yang satu dapat juga menyesuaikan diri secara aloplastis dengan individu lain, dimana individu yang lain itulah yang dipengaruhi oleh dirinya yang pertama.

Sedangkan menurut Abu Ahmadi mengatakan bahwa interaksi sosial adalah pengaruh timbal balik antara individu dengan golongan dalam usaha mereka untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya dan didalam usaha mereka untuk mencapai tujuannya. Atau dengan kata lain proses dua arah dimana setiap individu/group menstimulir yang lain dan mengubah tingkah laku dari pada partisipan.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku yang berlangsung antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok.

Aspek-Aspek Interaksi Sosial
Louis (Toneka, 2000) mengemukakan interaksi sosial dapat berlangsung apabila memiliki beberapa aspek berikut : 
  • adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini dan akan datang, yang menentukan sifat dan aksi yang sedang berlangsung; 
  • adanya jumlah perilaku lebih dari seseorang; 
  • adanya tujuan tertentu, tujuan ini harus sama dengan yang dipikirkan oleh pengamat.

Soekanto (2002) mengemukakan aspek interaksi sosial yaitu :
  1. Aspek kontak sosial, merupakan peristiwa terjadinya hubungan sosial antara individu satu dengan lain. Kontak yang terjadi tidak hanya fisik tapi juga secara simbolik seperti senyum, jabat tangan. Kontak sosial dapat positif atau negatif. Kontak sosial negatif mengarah pada suatu pertentangan sedangkan kontak sosial positif mengarah pada kerja sama.
  2. Aspek komunikasi. Komunikasi adalah menyampaikan informasi, ide, konsepsi, pengetahuan dan perbuatan kepada sesamanya secara timbal balik sebagai penyampai atau komunikator maupun penerima atau komunikan. Tujuan utama komunikasi adalah menciptakan pengertian bersama dengan maksud untuk mempengaruhi pikiran atau tingkah laku seseorang menuju ke arah positif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek interaksi sosial yang digunakan sebagai skala interaksi sosial yaitu kontak sosial dan komunikasi, dengan alasan kedua aspek sudah mencakup unsur-unsur dalam interaksi sosial serta dianggap dapat mewakili teori-teori yang lain.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Sosial
Interaksi sosial secara umum dapat dipengaruhi oleh perkembangan konsep diri dalam seseorang, terkhusus lagi dalam hal individu memandang positif atau negatif terhadap dirinya, sehingga ada yang menjadi pemalu atau sebaliknya dan akibatnya kepada masalah hubungan interaksi sosialnya. 

Menurut Monks dkk (2002) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi interaksi sosial yaitu :
  1. Jenis kelamin. Kecenderungan laki-laki untuk berinteraksi dengan teman sebaya/sejawat lebih besar daripada perempuan.
  2. Kepribadian ekstrovert. Orang-orang ekstrovert lebih komformitas daripada introvert.
  3. Besar kelompok. Pengaruh kelompok menjadi makin besar bila besarnya kelompok semakin bertambah.
  4. Keinginan untuk mempunyai status. Adanya dorongan untuk memiliki status inilah yang menyebabkan seseorang berinteraksi dengan sejawatnya, individu akan menemukan kekuatan dalam mempertahankan dirinya di dalam perebutan tempat atau status terlebih di dalam suatu pekerjaan.
  5. Interaksi orang tua. Suasana rumah yang tidak menyenangkan dan tekanan dari orang tua menjadi dorongan individu dalam berinteraksi dengan teman sejawatnya.
  6. Pendidikan. Pendidikan yang tinggi adalah salah satu faktor dalam mendorong individu untuk interaksi, karena orang yang berpendidikan tinggi mempunyai wawasan pengetahuan yang luas, yang mendukung dalam pergaulannya.
Menurut Gerungan (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi sosial yaitu:
  1. Imitasi, mempunyai peran yang penting dalam proses interaksi. Salah satu segi positif dari imitasi adalah dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Tetapi imitasi juga dapat menyebabkan hal-hal negatif, misalnya yang ditirunya adalah tindakan-tindakan yang menyimpang dan mematikan daya kreasi seseorang.
  2. Sugesti, hal ini terjadi apabila individu memberikan suatu pandangan atau sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima pihak lain. Berlangsungnya sugesti bisa terjadi pada pihak penerima yang sedang dalam keadaan labil emosinya sehingga menghambat daya pikirnya secara rasional. Biasanya orang yang memberi sugesti orang yang berwibawa atau mungkin yang sifatnya otoriter.
  3. Identifikasi, sifatnya lebih mendalam karena kepribadian individu dapat terbentuk atas dasar proses identifikasi. Proses ini dapat berlangsung dengan sendirinya ataupun disengaja sebab individu memerlukan tipe-tipe ideal tertentu di dalam proses kehidupannya.
  4. Simpati, merupakan suatu proses dimana individu merasa tertarik pada pihak lain. Didalam proses ini perasaan individu memegang peranan penting walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk kerjasama.
Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial yaitu intensitas bertemu dengan orang lain, jenis kelamin, kepribadian ekstrovert, besar kelompok, keinginan untuk memperoleh status, interaksi dengan orang tua, pendidikan, imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati.

Sumber:
  1. Soerjono soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005) h. 61.
  2. Basrowi,Pengantar Sosiologi.(Bogor: Ghia Indonesia, 2005) h.138
  3. Abu Ahmadi. Psikologi Sosial. (Jakarta: Rineka Cipta, 2004). h. 100

Sekian uraian tentang Pengertian Interaksi Sosial Menurut Para Ahli, semoga bermanfaat.

Pengertian Lembaga Sosial Menurut Para Ahli

Pengertian Lembaga
Yasmil Anwar dan Adang, (2013: 198) berpendapat bahwa : Bahwa secara sosiologis, istilah lembaga dapat diartikan sebagai suatu format yang mantap, stabil, terstruktur, dan mapan (estabilished). Dalam pengertian ini lembaga sebagai suatu jaringan sarana hidup berisi peranan yang menjalankan fungsi masyarakat secara terus menerus dan berulang-ulang.

Gambar: Lembaga Sosial

Pengertian Lembaga Sosial
Adapun beberapa pendapat tentang definisi lembaga sosial menurut para ahli :

Robert Mac Iver dan Charles H. Page dalam Yesmil Anwar dan Adang, (20013: 200) “Mengartikan lembaga sosial sebagai tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar-manusia yang berkelompok dalam suatu kelompok kemasyarakatan yang dinamakan association”.

Alvin L. Bertrand dalam Dewi Wulan Sari, (2009: 92) menyatakan bahwa: Institusi-institusi sosial pada hakikatnya adalah kumpulan-kumpulan dari norma-norma sosial (struktur-struktur sosial) yang telah diciptakan untuk melaksanakan fungsi masyarakat. Institusi-institusi ini meliputi kumpulan-kumpulan norma-norma dan bukan norma-norma yang berdiri sendiri-sendiri.

Paul B. Harton dan Chester L. Hunt dalam Dewi Wulan Sari, (2009: 93) menyebutkan bahwa: Lembaga yang digunakan dalam konsep sosiologi berbeda dengan yang digunakan oleh konsep umum lainnya. Sebuah lembaga bukanlah sebuah bangunan, bukan sekelompok orang dan juga bukan sebuah organisasi. Lembaga (institusi) adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting, atau secara formal, lembaga adalah sekumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang berkisar pada suatu kegiatan pokok manusia.

J.B.A.F. Mayor Polak dalam Dewi Wulan Sari, (2009: 93) “Memberikan batasan tentang lembaga sosial yaitu suatu kompleks atau sistem peraturan-peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai-nilai yang penting; sedangkan lembaga mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling penting”.

Ciri-Ciri Umum Lembaga Sosial
Yang dijelaskan melalui pendapat John Lewis Gillin dan Jhon Philip Gillin dalam General Featurs of Social Insitution (1945) yang dikutip Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam Dewi Wulan Sari, (2009: 96) menyebutkan sebagai berikut:
  1. Setiap lembaga sosial merupakan organisasi dari pola-pola pemikiran dan pola-pola perikelakuan yang terwujud dalam bentuk aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya; dan lembaga sosial ini terdiri dari tata kelakuan, adat-istiadat, kebiasaa, dan unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung atau tidak langsung tergabung dalam satu unit fungsi lembaga sosial.
  2. Pada setiap lembaga sosial, sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi lembaga sosial setelah melewati waktu yang relatif lama. Misalnya suatu sistem pendidikan baru akan dapat diterapkan setelah mengalami masa percobaan. Lembaga-lembaga sosial ini biasanya berumur lama sekali, oleh karena itu orang menganggapnya sebagai himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok para anggota masyarakat dan harus dipelihara.
  3. Setiap lembaga sosial itu memeiliki tujuan dan memeiliki alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk keperluan mencapai tujuan dari lembaga sosial itu. Peralatan tersebut dapat berupa bangunan, mesin-mesin, peralatan lain dan sebagainya. Bentuk peralatan ini antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya dapat berbeda.
  4. Lembaga sosial itu selalu memeiliki lambang-lambang yang secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga tersebut.sebagai contoh kesatuan angkatan bersenjata, masing-masing memeiliki panji-panji kesatuannya; perguruan tinggi seperti universitas, institut, dan lain-lain, yang masing-masing memiliki lambang, kadang-kadang lambang tersebut berwujud tulisantulisan atau slogan-slogan.
  5. Setiap lembaga sosial itu memiliki tradisi yang tertulis dan tidak tertulis yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku, dan lain-lain. Tradisi yang demikian merupakan dasar bagi lembaga sosial dalam mencapai tujuannya.


Sumber:
Anwar, Yesmil & Adang. 2013. Kriminologi. PT Refika Aditama. Bandung.

Sekian uraian tentang Pengertian Lembaga Sosial Menurut Para Ahli, semoga bermanfaat.

Pengertian Motorik Kasar Anak Usia Dini

Motorik adalah terjemahan dari kata “motor” yaitu suatu dasar biologi atau mekanika yang menyebabkan suatu gerak. Dengan kata lain, gerak (Movement) adalah kulminasi dari suatu tindakan yang didasari oleh proses motorik, menurut Gallahue (Samsudin, 2008: 10). 

Hurlock (dalam Saputra & Rudyanto 2005: 17) menjelaskan bahwa perkembangan motorik berarti pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang dikoordinasikan. Motorik merupakan pengendalian gerakan tubuh melalui aktivitas yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak dan urat saraf tulang belakang (spinal cord), sedangkan aktivitas motorik kasar ketrampilan gerak atau gerakan tubuh yang memakai otot-otot besar sebagai dasar utama gerakannya. Ketrampilan motorik kasar meliputi pola lokomotor (gerakan yang menyebabkan perpindahan tempat) seperti berjalan, berlari, menendang, naik-turun tangga, melompat, meloncat, dan sebagainya. Juga ketrampilan menguasai bola seperti melempar, menendang, dan memantulkan bola.


Pengertian Motorik Kasar - Menurut Dahniar (2009:1) bahwa motorik kasar merupakan gerakan fisik yang membutuhkan keseimbangan dan koordinasi antar anggota tubuh, dengan menggunakan otot-otot besar, sebagian atau seluruh anggota tubuh. Contohnya, berjalan, berlari, berlompat, dan sebagainya. 

Wardiman (2010:1) mengemukakan bahwa perkembangan motorik kasar adalah proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Pada dasarnya, perkembangan ini berkembang sejalan dengn kematangan saraf dan otot anak. Sehingga, setiap gerakan sesederhana apapun, adalah merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan system dalam tubuh yang dikontrol oleh otak.

Catron dan Allen (dalam Sujiono, 2009:63) mengemukakan bahwa kemampuan motorik pada dasarnya merupakan kesempatan yang luas untuk bergerak, pengalaman belajar untuk menemukan, aktivitas senssori motor yang meliputi penggunaan otot-otot besar dan kecil memungkinkan anak untuk memenuhi perkembangan perseptual motorik.

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa motorik kasar pada dasarnya merupakan gerakan fisik yang membutuhkan keseimbangan dan koordinasi antar anggota tubuh, dengan menggunakan otot-otot besar, sebagian atau seluruh anggota tubuh yang merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan system dalam tubuh yang dikontrol oleh otak. 

Menurut Seefeld dan Wasik (2008:68) bahwa keterampilan motorik kasar menjadi lebih gesit dan serasi. Dengan keterampilan ini maka anak dapat berlari, dan melompat dengan dua kaki, berjingkat, dan melompat. Perkembangan motorik anak akan lebih teroptimalkan jika lingkungan tempat tumbuh kembang anak mendukung mereka untuk bergerak bebas. Kegiatan di luar ruangan bisa menjadi pilihan yang terbaik karena dapat menstimulasi perkembangan otot. Jika kegiatan anak di dalam ruangan, pemaksimalan ruangan bisa dijadikan strategi untuk menyediakan ruang gerak yang bebas bagi anak untuk berlari, berlompat dan menggerakan seluruh tubuhnya dengan cara-cara yang tidak terbatas. Selain itu, penyediaan peralatan bermain di luar ruangan bisa mendorong anak untuk memanjat, koordinasi dan pengembangan kekuatan tubuh bagian atas dan juga bagian bawah. Stimulasi-stimulasi tersebut akan membantu pengoptimalan motorik kasar.

Sedangkan kekuatan fisik, koordinasi, keseimbangan dan stamina secara perlahan-lahan dikembangkan dengan latihan sehari-hari. Lingkungan luar ruangan tempat yang baik bagi anak untuk membangun semua keterampilan ini.


Menurut Dahlan (2008:2) bahwa perkembangan motorik kasar berbeda tingkatannya pada setiap individu. Anak usia empat tahun bisa dengan mudah menggunakan gunting sementara yang lainnya mungkin akan bisa setelah berusia lima atau enam tahun. Anak tertentu mungkin akan bisa melompat dan menangkap bola dengan mudah sementara yang lainnya mungkin hanya bisa menangkap bola yang besar atau berguling-guling. Dalam hal ini orang tua dan orang dewasa di sekitar anak harus mengamati tingkat perkembangan anak-anak dan merencanakan berbagai kegiatan yang bisa menstimulainya. Menurut Karel (Dahlan, 2009:2) bahwa olah raga memberi manfaat bagi perkembangan motorik anak. Selain untuk perkembangan fisiknya, olahraga juga amat baik untuk perkembangan otak serta psikologis anak. Mengikutkan anak pada kelompok olahraga akan mengembangkan kesehatan fisik, psikologis serta psikososialnya. Anak menjadi senang mendapat stimulasi kreativitas yang baik untuk perkembangannya. 

Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa motorik kasar anak berkaitan dengan gerakan fisik yang membutuhkan keseimbangan dan koordinasi antar anggota tubuh, dengan menggunakan otot-otot besar, sebagian atau seluruh anggota tubuh. Perkembangan motorik kasar anak pada permulaannya tergantung pada proses kematangan yang selanjutnya kematangan tergantung dari belajar dan pengetahuan serta pengalaman. Pengalaman masa kanak-kanak akan sangat bermanfaat pada masa dewasa, diantaranya kemampuan dalam memecahkan suatu masalah baik dalam bentuk keseharian maupun dalam bentuk kemampuan latihan dan peningkatan keterampilan anak dalam melakukan aktivitas fisik.


Sumber:

Seefeldt, Carol dan Barbara A.Wasik. 2008. Pendidikan Anak Usia Dini Menyiapkan Anak Usia Tiga, Empat dan Lima Tahun Masuk Sekolah. Jakarta : PT Indeks.

Sekian uraian tengan Pengertian Motorik Kasar Anak Usia Dini, semoga bermanfaat.